ALAT MUSIK TRADISIONAL
Selasa, 21 Januari 2025
ALAT MUSIK TIFA
TIFA
Alat musik tifa dari Maluku memiliki nama lain, seperti tahito atau tihal yang digunakan di wilayah-wilayah Maluku Tengah. Sedangkan, di pulau Aru, tifa memiliki nama lain yaitu titir. Jenisnya ada yang berbentuk seperti drum dengan tongkat seperti yang digunakan di Masjid . Badan kerangkanya terbuat dari kayu dilapisi rotan sebagai pengikatnya dan bentuknya berbeda-beda berdasarkan daerah asalnya
ALAT MUSIK SERANGKO
SERANGKO
ALAT MUSIK SASANDO
SASANDO
Sasandu (bahasa Rote) atau Sasando (bahasa Kupang) adalah alat musik berdawai yang dimainkan dengan cara dipetik menggunakan jari-jari tangan. Sasando merupakan alat musik tradisional dari kebudayaan Rote. Alat musik Sasando bentuknya sederhana bagian utamanya berbentuk tabung panjang dari bambu, bagian tengah melingkar dari atas ke bawah diberi penyangga (Bahasa Rote: senda) dimana dawai-dawai atau senar yang direntangkan ditabung bambu dari atas ke bawah bertumpu. Penyangga ini memberikan nada yang berbeda-beda pada setiap petikan dawai, lalu tabung sasando diberi sebuah wadah yang terbuat dari anyaman daun lontar(haik). Wadah ini merupakan tempat resonansi sasando. Bentuk sasando mirip dengan instrumen petik lainnya seperti gitar, biola dan kecapi. Secara harfiah nama Sasando menurut asal katanya dalam bahasa Rote, sasandu, yang artinya alat yang bergetar atau berbunyi. Konon sasando digunakan di kalangan masyarakat Rote sejak abad ke-7.
ALAT MUSIK ARAMBA
ARAMBA
Aramba atau Arumba adalah alat musik tradisional yang berasal dari Kabupaten Nias, Sumatera Utara. Alat musik ini dipakai oleh warga setempat dalam acara kesenian daerah, seperti penikahan. Aramba terbuat dari tembaga, kuningan, suasa dan nikel. Alat ini dimainkan oleh satu orang. Alat musik ini juga diyakini mempunyai nilai keramat alias mistis oleh warga Nias.
Jika ditelaah dari sejarah alat musik Aramba, alat musik ini merupakan hasil pertukaran budaya dari Jawa. Hal ini diperkuat dengan bentuk dari alat Aramba yang seperti gong. Namun, sejarah ini masih menjadi perdebatan dan perlu adanya pengkajian ulang.
BENTUK DAN BUNYI
Aramba memiliki bentuk lingkaran dengan tonjolan kecil berbentuk lingkaran pada bagian tengahnya. Alat musik ini biasanya digantungkan dengan tali pada sebuah palang horizontal. Aramba mempunyai jenis bunyi ideofon, yaitu bunyi yang berasal dari bahan dasarnya.Alat musik ini memiliki dua jenis ukuran, yaitu ukuran kecil dan besar. Aramba yang memiliki ukuran kecil biasanya disebut dengan Fatao dengan diameter 40–50 cm. Sedangkan Aramba dengan ukuran yang besar biasanya disebut dengan Hongo dengan diameter 60–90 cm.[1] Aramba yang memiliki berukuran kecil biasanya berbunyi keras sementara yang berukuran besar cenderung menghasilkan suara yang berdengung seperti gong
ALAT MUSIK KENDANG
KENDANG
Kendang adalah jenis alat musik membranofon yang terbuat dari kulit. Keberadaannya sendiri dipercaya sudah ada sejak zaman logam prasejarah di Indonesia, alias zaman perunggu. Kendang tertua yang ditemukan diyakini berasal dari masa neolitikum. Bentuknya sangat sederhana: sepotong batang kayu berongga yang ujungnya ditutup kulit ikan atau reptil. Alat tersebut dimainkan dengan ditepuk.
Kendang di Indonesia pada abad pertengahan awalnya baru dikenal di Pulau Jawa tepatnya Jawa Tengah, alat musik ini dikenal masyarakat Jawa Kuno sejak pertengahan abad ke-9 Masehi.[3] dengan berbagai nama, seperti: padahi, pataha (padaha), murawaatau muraba, mrdangga, mrdala, muraja, panawa, kahala, damaru, kendhang. Sumber sastra tertua tentang gendang (padahi dan muraba) ditemukan dalam dua piagam Jawa Kuno masing-masing tahun 821 dan 850 M.[4][5] yang dapat dijumpai pada prasasti Kuburan Candi yang berangka tahun 821 Masehi (Goris, 1930). Seperti yang tertulis pada Kakawin Nagarakretagama gubahan Empu PrapaƱca tahun 1365 Masehi (Pigeaud, 1960), istilah tersebut terus digunakan sampai dengan zaman Majapahit.
JENIS KENDANG
Kendang yang besar disebut ageng, kendang yg ukurannya menengah disebut ciblon, sedangkan yang kecil disebut ketipung, pasangan ketipung bernama kendang kalih yang dimainkan pada tembang atau gending keling yang berkarakter halus seperti ketawang, gending ketuk kalih dan ladrang irama dadi
PEMBUATAN
Kendang yang baik terbuat dari kayu nangka, kelapa atau cempedak. Kulit kerbau sering digunakan untuk bam (permukaan bagian yang memancarkan ketukan bernada rendah) sedangkan kulit kambing digunakan untuk chang (permukaan luar yang memancarkan ketukan bernada tinggi). Pada tali kulit yang berbentuk "Y" atau tali rotan, yang dapat dikencangkan atau dikendurkan untuk mengubah nada dasar. Semakin kencang tarikan kulitnya, maka semakin tinggi pula suara yang dihasilkannya.
ALAT MUSIK KOLINTANG
KOLINTANG
Kata ‘Kolintang’ ini pada dasarnya berasal dari bunyi “tong” untuk nada rendah, ting untuk nada tinggi, dan tang untuk nada tengah. Dahulu, orang Minahasa biasanya mengajak bermain kolintang dengan mengatakan “Mari kita ber-tong-ting-tang” atau dalam bahasa daerah Minahasa “Maimo Kumolintang”. Dari kebiasaan pengucapan itulah, maka hingga saat ini muncul istilah “Kolintang”.
Alat musik kolintang awalnya hanya terdiri dari beberapa potong kayu yang diletakkan berjejer di atas kedua kaki pemainnya yang duduk di tanah, dengan posisi kedua kaki lurus ke depan. Namun, dari waktu ke waktu, penggunaan kaki pemain diganti dengan dua batang pisang, sehingga Kolintang dapat berdiri dan dimainkan dengan cara berdiri juga.
Peti resonator mulai digunakan sejak kedatangan Pangeran Diponegoro dan pengikutnya untuk menjalani pengasingan di Minahasa pada 1830 yang membawa seperangkat gamelan. Untuk peti resonator itu sendiri biasanya terbuat dengan menggunakan kayu keras seperti jati atau mahoni. Seiring dengan berjalannya waktu, Kolintang mulai menggunakan peti resonator dalam pembuatannya.
Pada saat itu, Kolintang hanya terdiri dari satu melodi yang memiliki susunan nada diatonis, dengan jarak dua oktaf dari nada. Selain itu, sebagai pengiring dari Kolintang, digunakan beberapa alat musik lainnya, seperti gitar, ukulele dan bas.
Namun, pada tahun 1960, berkembang hingga menjadi tiga setengah oktaf dengan nada satu kres, naturel, dan satu mol. Dasar nadanya masih terbatas pada tiga kunci (naturel, 1 mol, dan 1 kruis). Tidak hanya itu, berjalannya waktu membuat jarak nadanya berkembang lagi menjadi empat setengah oktaf dari F sampai dengan C.
Sebagai alat musik pun Kolintang terus mengalami perkembangan. Pada awalnya, hanya instrumen kolintang melodi saja. Namun, berdasarkan catatan Beiby Sumanti dalam Kolintang Inspirasi Indonesia, Kolintang yang secara lengkap memiliki hingga sepuluh musik, yaitu melodi 1 (ina esa), melodi 2 (ina rua), melodi 3 (ina taweng), cello (cella), bass (loway), tenor 1 (karua), tenor 2 (karua rua), alto 1 (uner), alto 2 (uner rua), ukulele atau alto 3 (katelu).
Kolintang melodi berfungsi sebagai pembawa lagu terutama lagu-lagu daerah Minahasa. Pada umumnya, pemain melodi menggunakan dua atau tiga pemukul. Jika salah satu pemukul memainkan lagu, maka pemukul lainnya memainkan kombinasi atau nada-nada improvisasi.
Untuk memainkan nada panjang, maka pemain Kolintang harus menggetarkan pemukulnya atau nada yang dipukul harus ditahan. Hingga kini, perkembangan alat musik Kolintang masih tetap berlangsung, baik dari segi kualitas alat, perluasan jarak nada, ataupun bentuk peti resonator.
Kata ‘Kolintang’ ini pada dasarnya berasal dari bunyi “tong” untuk nada rendah, ting untuk nada tinggi, dan tang untuk nada tengah. Dahulu, orang Minahasa biasanya mengajak bermain kolintang dengan mengatakan “Mari kita ber-tong-ting-tang” atau dalam bahasa daerah Minahasa “Maimo Kumolintang”. Dari kebiasaan pengucapan itulah, maka hingga saat ini muncul istilah “Kolintang”.
Alat musik kolintang awalnya hanya terdiri dari beberapa potong kayu yang diletakkan berjejer di atas kedua kaki pemainnya yang duduk di tanah, dengan posisi kedua kaki lurus ke depan. Namun, dari waktu ke waktu, penggunaan kaki pemain diganti dengan dua batang pisang, sehingga Kolintang dapat berdiri dan dimainkan dengan cara berdiri juga.
Peti resonator mulai digunakan sejak kedatangan Pangeran Diponegoro dan pengikutnya untuk menjalani pengasingan di Minahasa pada 1830 yang membawa seperangkat gamelan. Untuk peti resonator itu sendiri biasanya terbuat dengan menggunakan kayu keras seperti jati atau mahoni. Seiring dengan berjalannya waktu, Kolintang mulai menggunakan peti resonator dalam pembuatannya.
Pada saat itu, Kolintang hanya terdiri dari satu melodi yang memiliki susunan nada diatonis, dengan jarak dua oktaf dari nada. Selain itu, sebagai pengiring dari Kolintang, digunakan beberapa alat musik lainnya, seperti gitar, ukulele dan bas.
Namun, pada tahun 1960, berkembang hingga menjadi tiga setengah oktaf dengan nada satu kres, naturel, dan satu mol. Dasar nadanya masih terbatas pada tiga kunci (naturel, 1 mol, dan 1 kruis). Tidak hanya itu, berjalannya waktu membuat jarak nadanya berkembang lagi menjadi empat setengah oktaf dari F sampai dengan C.
Sebagai alat musik pun Kolintang terus mengalami perkembangan. Pada awalnya, hanya instrumen kolintang melodi saja. Namun, berdasarkan catatan Beiby Sumanti dalam Kolintang Inspirasi Indonesia, Kolintang yang secara lengkap memiliki hingga sepuluh musik, yaitu melodi 1 (ina esa), melodi 2 (ina rua), melodi 3 (ina taweng), cello (cella), bass (loway), tenor 1 (karua), tenor 2 (karua rua), alto 1 (uner), alto 2 (uner rua), ukulele atau alto 3 (katelu).
Kolintang melodi berfungsi sebagai pembawa lagu terutama lagu-lagu daerah Minahasa. Pada umumnya, pemain melodi menggunakan dua atau tiga pemukul. Jika salah satu pemukul memainkan lagu, maka pemukul lainnya memainkan kombinasi atau nada-nada improvisasi.
Untuk memainkan nada panjang, maka pemain Kolintang harus menggetarkan pemukulnya atau nada yang dipukul harus ditahan. Hingga kini, perkembangan alat musik Kolintang masih tetap berlangsung, baik dari segi kualitas alat, perluasan jarak nada, ataupun bentuk peti resonator.
ALAT MUSIK KECAPI
KECAPI
Kecapi merupakan alat musik petik tradisional asal Jawa Barat. Kecapi diyakini berasal dari daerah Kuningan, Jawa Barat. Awalnya, kecapi berasal dari China yang memiliki nama lain Ghuzeng. Alat musik ini untuk mengiringi musik dengan alunan lembut Di Sunda, kecapi merupakan alat musik utama dalam tembang Sunda atau Mamaos Cianjuran (tembang Sunda Cianjuran). Dalam perkembangannya, kecapi tidak hanya mengiringi musik tradisional Sunda melainkaan jenis musik yang lain, seperti pop, dangdut, dan sebagainya. Permainan Kecapi Dari segi permainan, kecapi dibedakan sebagai kecapi indung atau kecapi rincik. Untuk kecapi rincik, alat musik ini berfungsi untuk memperkaya iringan musik dengan mengisi ruang antar nada dengan frekuensi-frekuensi tinggi. Terutama dalam lagu kecapi suling atau sekar penambah. Sebagai pengiringnya digunakan sebuah kecapi yang lebih kecil yang memiliki jumlah dawai 15.
ALAT MUSIK GONG
GONG
Sejarah dan Asal Usul Gong
Alat musik gong merupakan salah satu alat musik tradisional yang memiliki suara yang khas dan unik. Gong berasal dari bahasa Jawa yang berarti “hentakan” atau “pukulan”. Alat musik ini memiliki bentuk seperti cakram yang terbuat dari logam dengan ukuran yang bervariasi. Gong digunakan dalam berbagai upacara adat, pertunjukan seni, dan ritual keagamaan di berbagai negara di Asia Tenggara, terutama di Indonesia, Thailand, dan Malaysia.Gong memiliki sejarah yang sangat panjang dan telah digunakan sejak ribuan tahun yang lalu. Asal usul gong sendiri tidak dapat dipastikan dengan pasti, namun diyakini bahwa alat musik ini pertama kali ditemukan di wilayah Asia Tenggara. Gong diyakini telah digunakan oleh masyarakat kuno sebagai alat komunikasi, alat perang, dan juga sebagai alat musik untuk mengiringi tarian dan ritual keagamaan.
Komponen dan Cara Memainkan Gong
Gong terdiri dari beberapa komponen utama, yaitu logam gong, pemukul, dan tali pengikat. Logam gong biasanya terbuat dari campuran logam seperti tembaga, timah, dan perunggu. Ukuran gong dapat bervariasi mulai dari yang kecil dengan diameter sekitar 30 cm hingga yang besar dengan diameter mencapai 100 cm atau lebih
Gong memiliki berbagai fungsi dan makna dalam budaya masyarakat di Asia Tenggara. Di Indonesia, gong sering digunakan dalam berbagai upacara adat seperti pernikahan, khitanan, dan upacara kematian. Gong juga digunakan dalam pertunjukan seni tradisional seperti tari jaipong, tari piring, dan tari topeng.
Selain itu, gong juga memiliki makna religius dalam beberapa kepercayaan tradisional di Asia Tenggara. Gong sering digunakan dalam ritual keagamaan untuk mengusir roh jahat, memanggil roh leluhur, atau sebagai alat komunikasi dengan dunia gaib. Gong juga digunakan dalam meditasi dan praktik spiritual untuk mencapai keadaan pikiran yang tenang dan damai.
ALAT MUSIK ANGKLUNG
ANGKLUNG
Alat musik tradisional angklung adalah salah satu kekayaan budaya Indonesia yang sangat unik dan menarik. Angklung merupakan alat musik yang terbuat dari bambu dan dimainkan dengan cara digoyangkan. Alat musik ini memiliki bunyi yang khas dan mampu menghasilkan melodi yang indah. Penggunaan angklung sebagai alat musik tradisional sangat populer di daerah Jawa Barat, khususnya di daerah Sunda. Angklung juga telah diakui sebagai Warisan Budaya Takbenda oleh UNESCO pada tahun 2010.Angklung dimainkan dengan cara digoyangkan. Setiap bambu angklung memiliki ukuran dan nada yang berbeda-beda. Untuk memainkannya, angklung dipegang dengan tangan dan digoyangkan secara bergantian. Saat digoyangkan, bambu angklung akan menghasilkan suara yang berbeda sesuai dengan ukuran dan panjangnya.
Manfaat Memainkan Angklung
Memainkan angklung tidak hanya memberikan kesenangan dan hiburan, tetapi juga memiliki manfaat yang positif bagi perkembangan anak-anak. Memainkan angklung dapat melatih konsentrasi, koordinasi motorik, dan memperkuat kebersamaan dalam berkelompok. Selain itu, angklung juga dapat menjadi sarana untuk mempelajari musik dan mengembangkan bakat musika
ALAT MUSIK BONANG
BONANG
Alat musik bonang adalah salah satu instrumen yang berasal dari cerita sejarah salah satu tokoh besar Islam, Sunan Bonang. Alat musik yang berasal dari Jawa Timur ini digunakan sebagai metode dakwah Sunan Bonang pada masanya untuk mengajak lebih banyak masyarakat mendengarkan syiarnya. Terbuat dari kuningan yang melingkar dan bagian tengah menonjol, bonang menghasilkan bunyi yang merdu untuk didengar sehingga mampu menggaet masyarakat untuk mendengarkan dakwah dari Sunan Bonang dan ikut mempelajari Islam.
Fungsi Alat Musik Bonang
Secara umum, bonang digunakan untuk permainan musik tradisional. Bagi kamu yang menyukai musik tradisional, pasti tidak asing dengan alat musik bonang karena sering menjumpainya di berbagai acara.Berikut beberapa fungsi lain dari alat musik bonang.
1. Bonang digunakan untuk meramaikan acara pawai atau kompetisi daerah
2. Bonang digunakan sebagai pengiring acara pewayangan, seperti wayang kulit, wayang golek, dan wayang orang
3. Bonang digunakan untuk mengiringi upacara kenegaraan yang sifatnya sakral
4. Bonang dipakai sebagai pengiring acara pernikahan, khitanan, tujuh bulanan, dan sebagainya.